Tugas 1 - 1.1.a.5. Ruang Kolaborasi - Mendesain Kerangka Pembelajaran sesuai dengan Pemikiran KHD
1.1.a.5. Ruang
Kolaborasi - Mendesain Kerangka Pembelajaran sesuai dengan Pemikiran KHD
Tujuan Pembelajaran Khusus : Peserta mampu mendesain kerangka pembelajaran
yang sesuai dengan pemikiran KHD.
Hasil Diskusi Ruang Kolaborasi oleh :
CGP Angkatan 2 Kabupaten
Temanggung Kelas A – 1
1. Adhie Listia Widhia
W. - SDN 3 Kemiriombo
2. Nurdiyati - SDN
Plosogaden
3. Aminah - SDN Jamusan
4. Peni Lestari - SMP
Negeri 4 Temanggung
5. Antariksa Budiyatama
- SD 3 Pendowo
Filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara
dalam konteks sebagai guru dan budaya lokal
Salam bahagia.
Salam guru penggerak
Apa hal-hal positif yang telah anda
pelajari dari pemikiran KHD yang juga anda lihat pada budaya di daerah Anda?
Hal-hal positif yang Kami pelajari dari Intisari
Pemikiran Ki Hajar Dewantara:
- 1.
Pendidikan sejatinya menuntun anak untuk
mencapai kebahagiaan setinggi-tingginya.
- 2. Pendidikan itu adalah penyemaian
benih-benih kebudayaan yang dapat mengantarkan murid pada budi pekerti
- 3. Pendidik diibaratkan petani, menuntun
untuk tumbuhnya anak, memperbaiki laku anak dan menghilangkan faktor
pengganggu.
- 4. Budi pekerti, adalah bersatunya pikiran,
perasaan, kehendak, kemauan sehingga menimbulkan semangat atau tenaga.
- 5.
Bermain adalah kodrat anak.
Menyelaraskan antara pikiran dan perasaan.
- 6. Pendidikan berpusat pada anak. Pendidik
berhamba pada anak, dengan ikhlas dan tulus untuk mencapai hasil yang maksimal.
- 7.
Pendidikan yang merdeka, menyenangkan,
menggembirakan akan lebih bermakna.
- 8. Trilogi pendidikan yaitu ing ngarso sung
tulodo, ing madyo Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani.
- 9. Trisentra pendidikan yaitu keterlibatan sekolah, orang tua dan masyarakat dalam proses pendidikan.
Hal-hal dari pemikiran Ki Hajar
Dewantoro yang diterapkan sebagai perwujudan kontekstual pemahaman Ki Hajar
Dewantara pada budaya lokal adalah:
1. 1. Budi pekerti, adalah bersatunya pikiran,
perasaan, kehendak, kemauan sehingga menimbulkan semangat atau tenaga.
Pendidikan terwujud dalam bentuk pengabdian kepada anak bukan hanya mentransfer pengetahuan saja tetapi juga memberikan bekal keterampilan kepada anak dan juga nilai-nilai karakter yang baik, nilai-nilai keagamaan sehingga anak menjadi anak yang berkarakter dan agamis.
2. 2. Konsep Trilogi pendidikan yaitu ing
ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa dan tut wuri handayani
Proses
pembelajaran yang menghasilkan siswa yang berkarakter adalah proses
pembelajaran yang menerapkan trilogi pendidikan.
a. Ing
ngarso sung tulada artinya sebagai guru di depan harus dapat memberi teladan
atau contoh tindakan yang baik.
b. Ing
madya mangun karsa artinya sebagai guru di tengah harus dapat menciptakan atau
memunculkan prakarsa atau ide yang baik
c. Tut wuri handayani, artinya sebagai guru dibelakang harus dapat memberikan
dorongan atau arahan yang baik
3. 3. Pendidikan itu adalah penyemaian
benih-benih kebudayaan yang dapat mengantarkan murid pada budi pekerti.
Pendidikan
sebagai benih harapan harus memprioritaskan pembangunan manusia Indonesia
unggul yang berkarakter, inovatif, kreatif, dan kompeten.
Kaitan antara konteks lokal sosial
budaya dan pemikiran KHD
Dari
inti pemikiran Ki Hajar Dewantoro tersebut,hal positif pemikiran KHD yang akan kami terapkan dalam
konteks kelas/sekolah adalah “ Kemerdekaan dalam belajar dengan berorientasi
pada kebudayaan daerah/kearifan lokal yaitu Tradisi Nyadran/Sadranan”
Merdeka
belajar yang dimaksud adalah kegiatan pembelajaran yang perpusat pada siswa.
Pendidik menghamba pada siswa. Pembelajaran dirancang dengan menrik, inovatif,
menyenangkan dan disertai selingan permainan untuk menumbuhkan budi pekerti.
Proses pembelajaran memungkinkan siswa untuk bereksplorasi, berkolaborasi,
berdiskusi dengan suasana yang menyenangkan.
Budaya
lokal yang kami ambil adalah Tadisi Nyadran/Sadranan yang ada di daerah
Temanggung. Dalam tradisi Nyadran/Sadranan banyak sekali nilai-nilai karekter
yang dapat diterapkan dalam pembelajaran di sekolah dan untuk meningkatkan
karakter siswa menuju budi pekerti yang luhur.
Nyadran/Sadranan
berasal dari kata kerja dalam Bahasa Jawa, (Sadran = Ruwah, Syakban) yang juga
dimaknai dengan Sudra (orang awam) menyudra berarti berkumpul dengan orang awam
yang mengingatkan kita akan hakekat bahwa manusia pada dasarnya sama.
Tradisi Nyadran dimaknai sebagai sebuah refleksi ungkapan syukur terhadap Tuhan, sedekah, gotong royong, kerukunan,hidup sederhana dengan makan bersama duduk lesehan, kebersamaan demi mencapai keharmonisan hidup. Baik hal itu berkaitan dengan yang masih hidup, yang telah meninggal serta keterikatannya dengan Tuhan.
Alasan yang mendasari
- 1.
Pembelajaran belum berpusat pada siswa.
- 2.
Tujuan pembelajaran masih sebatas mentransfer
pengetahuan, belum menenkankan pada pembentukan karakter dan potensi
masing-masing siswa.
- 3.
Pembelajaran belum memaksimalkan
lingkungan sebagai sumber belajar.
- 4. Minimnya pembelajaran berbasis kearifan/kebudayaan local, sehingga siswa kurang paham budaya daerahnya.
Dalil kebersamaannya nyadran tersebut
dapat diterapkan sebagai guru di dalam kelas yaitu guru bukan hanya
menyampaikan materi pengetahuan tetapi dapat menuntun anak mencapai tujuan
pembelajaran dan berkarakter. Kerjasama dan gotong royong dapat dicontoh di
dalam kelas dengan membuat kelompok kerjasama menyelesaikan suatu permasalahan
dalam diskusi. Dari kerja kelompok tersebut anak-anak bisa mencapai atau
memiliki nilai-nilai saling menghormati, kebersamaan,gotong royong, beriman dll
Nilai kebersamaan di tradisi nyadran bisa dicontoh guru juga guru
sebagai sahabat bagi murid. Membimbing murid layaknya sahabat dengan penuh rasa
kekeluargaan dan belas kasih.
Nilai nyadran tersebut juga membuktikan bahwa guru diluar sekolah tersebut berpartisipasi aktif mampu menjadi contoh dan teladan dalam kehidupan rumah, masyarakat baik itu keagamaan maupun sosial.
Tantangan dan solusi penerapan pemikiran
KHD sesuai dengan konteks kelas dan sekolah.
- 1. Siswa belum terbiasa dengan konsep
belajar yang merdeka. Maka solusinya adalah siswa diberi pengarahan dan membuat
kesepakatan kelas.
- 2. Guru belum terbiasa memaksimalkan lingkungan sebagai sumber belajar dan mengintegrasikan pembelajaran berbasis kearifan/kebudayaan. Maka solusinya adalah kerjasama dengan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar dan teladan tentang kearifan lokal.
Contoh konkret dari pemikiran KHD yang
akan diterapkan sesuai dengan konteks kelas dan sekolah.
- 1.
Merancang pembelajaran yang berpusat
pada siswa, kreatif, inovatif, kooperatif.
- 2. Merancang pembelajaran yang dikaitkan
dengan peningkatan karakter siswa misal dengan pembuatan kelompok diskusi atau
dengan permainan.
- 3. Proses pembelajaran dilakukan di luar
ruang kelas, yaitu di lingkungan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.
- 4. Mengintegrasikan nilai-nilai dari Tradisi Nyadran/Sadranan dalam pembelajaran di kelas (misal pembuatan kelompok dan tugas proyek untuk memupuk rasa gotong royong, kebersamaan, dll)
Jadi kesimpulannya adalah
- 1. Guru dalam melakukan pembelajaran harus
berpusat kepada anak dan dapat menimbulkan karakter yang baik.
- 2. Guru sebagai pendidik harus memiliki
sikap ing ngarso sung tulodo ing madyo Mangun Karso Tut Wuri Handayani bisa
menjadi teladan menimbulkan inspirasi dan menjadi pendorong.
- 3.
Relevansi pendidikan Ki Hajar Dewantoro
dengan kearifan budaya lokal adalah
budaya tersebut dapat mengajarkan anak tentang nilai-nilai religious ketaatan
terhadap Tuhan, gotong royong, kerukunan,hidup sederhana, tanggung jawab kebersamaan demi mencapai keharmonisan hidup
yang merupakan bagian dari pendidikan karakter.
Salam Merdeka Belajar
Baik, tradisi nyadran menunjukan kegotong royongan yang dapat dierapkan dalam pembelajaran, dapat dijadikan rool model untuk kegiatan kerja sama anak
BalasHapus